Menghayati Drama Musikal Hayati

Selected as a partner for the Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture, the Embassy of the Republic of Indonesia in Doha, in collaboration with the Ministry of Education and Culture, presents the musical drama Hayati: The Story of Panji in Search of the Essence of Love. Director Rama Soeprapto explains that all elements of the Nusantara are combined into a cohesive unit so that Hayati can represent Indonesia on the world stage.

Setelah persiapan selama kurang lebih enam bulan, Hayati tayang untuk pertama kalinya di Katara Opera House pada tanggal 22-24 Mei 2024. Cikal bakal proyek ini dimulai pada bulan november tahun 2022, ketika Rama dan Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid terbang ke Doha untuk mengajukan ide cerita pentas Hayati. Melihat gedung-gedung perpustakaan dan museum di Qatar yang dirancang dengan luar biasa, Rama tersadar bahwa Qatar adalah negara yang sungguh-sungguh melestarikan budaya. Mendengar nama Hayati yang diserap dari bahasa Arab, pihak Kementerian Kebudayaan Qatar pun memberikan respon positif atas ide cerita Rama. Berkolaborasi dengan penulis naskah Titien Wattimena, naskah Hayati diterjemahkan dalam bahasa Arab agar dapat menjangkau khalayak di Qatar.

 

Hayati terinspirasi dari manuskrip Jawa Kuno, Serat Wedhatama (1809) karya Mangkunegara IV tentang arti dan tujuan hidup, etika dan moral, berbalut nilai-nilai Islam beserta budaya Jawa dan sentuhan Bali. Belajar dari Qatar, Sutradara Rama Soeprapto menyadari bahwa budaya harus datang dari sesuatu yang dirawat dan dilindungi. Termasuk Serat Wedhatama yang turut andil bagi para pemimpin di masa lampau merumuskan Pancasila, tapi sayangnya jarang diangkat, 

 

Dalam bahasa Indonesia , Hayati bermakna pohon kehidupan. Rama Soeprapto menggunakan pohon hayati karena pohon tersebut adalah gunungan yang selalu dipakai dalam pagelaran wayang. Kisah ini menyajikan dua karakter Panji dan Sekartaji yang senantiasa mencari cinta dan jati diri. Keduanya menyadari bahwa kehidupan sejatinya melebihi arti napas dan detak jantung, bahwa kehilangan dan perpisahan adalah sebuah keniscayaan, dan betapa manusia tak pernah bisa lari dari takdir. Kisah Panji dan Sekartaji ini adalah salah satu dari syair klasik yang ditahbiskan jadi salah satu warisan budaya UNESCO dan termasuk dalam Unesco Memory of the World Programme 2017.  Maka untuk menyajikan karakter yang kuat, Rama Soeprapto menunjuk aktor Achmad Dipoyono sebagai Panji  dan aktris Kadek Dewi Aryani sebagai Sekartaji. 

 

Kisah indah Hayati ini diperankan oleh 15 orang pemain dan 5 pemusik. Kombinasi musik kultural Jawa, Bali, dan sedikit sentuhan Sulawesi melalui tari Pakarena akan memperkaya cerita ini. Selain gamelan Jawa dan Bali, pagelaran Hayati menyuguhkan suara indah dari alat musik saluang dan gender. Rama berharap bahwa Hayati dapat menjadi duta budaya Indonesia ke panggung dunia, terlebih Hayati banyak membicarakan tentang pencarian jati diri. Melalui sosok Panji, Rama berusaha menyatukan benang-benang keberagaman antara Indonesia dan Qatar yang sama-sama bhineka. 

 

Pada akhirnya, Hayati, lebih dari sekadar diskusi budaya, tapi juga dapat menjadi jembatan diplomasi untuk bersama memajukan kerja sama perekonomian dan bisnis Indonesia dengan mancanegara.